HANCUR
LEBUR SUBUR TERTABUR
Karya Ahmad Saiful
Gemercik aliran air sungai menjadi sebuah musik alami
nan indah dipadukan pula dengan simfoni dari burung-burung yang saling bersyair
dari dalam rindangnya pepohonan sehingga menambah suasana tenteram disana. Desa
Alang Rindang namanya, sebuah desa kecil di daerah Jawa Tengah yang tak terlalu
jauh dari pusat kota dan masih terjaga keasrian alamnya. Di sanalah hidup
puluhan keluarga yang menempati rumah-rumah sederhana salah satunya keluarga
dari seorangan anak yatim piatu yang periang bernama Galang. Dia hanya hidup
bersama kakeknya selepas kepergian ibu dan ayahnya semasa dia masih balita.
Walau
hanya hidup bersama kakeknya, mereka hidup berkecukupan. Galang pun tumbuh
menjadi pribadi yang kuat, pemberani, dan memiliki sifat kepekaan sosial yang
tinggi. Itu didukung karena kakeknya adalah seorang veteran perang yang pernah
ikut dalam misi kemerdekaan bangsa Indonesia dulu. Melalui cerita-cerita yang
sering disampaikan beliau, Galang memiliki motivasi tinggi untuk menjadi
seseorang yang bermanfaat bagi orang lain dan mampu memberikan kontribusi untuk
bangsa. Sehingga dia sangat rajin belajar dan menjadi anak yang sangat
berprestasi disekolahnya.
Usaha pun tak mengkhianati hasil, dari kerja keras serta ketekunan belajarnya
dia mampu mencapai tingkat perkuliahan melalui jalur beasiswa dan mendapat
nilai tertinggi di saat wisuda. Dan semenjak itu dia sudah membulatkan tekad
untuk terjun ke masyarakat dengan tujuan mulia mencerdaskan setiap insan di
Indonesia.
"Lang, sini kakek mau bicara sebentar." Ucap
kakeknya sembari duduk di kursi goyangnya.
"Iya kek, ada apa?" Gilang pun menyahut.
"Kamu kan sudah lulus kuliah, pastinya setelah
ini ada keinginan kedepannya ya, lantas apa yang akan kamu lakukan setelah
ini?" Tanya Kakek.
"Bismillah, Gilang nanti mau mengabdi kek. Nanti
bareng temen Gilang, Aris. Kita akan
menjadi pengajar di desa terpencil daerah Nusa Tenggara Timur." Ucap dia.
"Sangat bagus lang, jadilah pengajar yang amanah
yaa. Jika kamu mempunyai kemampuan maka kamu punya tanggung jawab besar pula di
pundakmu." Ucap Kakeknya
Sejak hari itu dia pun memegang kata-kata dari
kakeknya dan menjadikan sebuah kekuatan diri dalam menjalani jalan perjuangan
di depan. Dan pada hari itulah saat-saat terakhirnya bercengkrama bersama
kakeknya, karena sehari setelahnya Gilang dan Aris akan melakukan perjalanan
menuju Nusa Tenggara Barat untuk menjalankan misi kemanusiaan yang mereka
ambil.
Hilir mudik warga desa berlalu lalang, dan banyak yang
berkumpul di kediaman Gilang untuk mengiringi keberangkatannya. Hal ini sangatlah
membuat warga desa Alang Rindang bersedih hati karena Gilang salah satu pemuda
kebanggaan desa. Dia mampu memberikan berbagai aksi nyata dan hasil nyata untuk
keberlangsungan warga desa, seperti membuat kicir air pembangkit listrik, kebun
hidroponik, taman baca, dan masih banyak lagi. Hal tersebut membuat Gilang
dianggap sebagai orang yang berpengaruh dalam desanya.
Matahari memancarkan sinarnya menandakan siang hari
telah datang. Aris pun datang dengan motor bututnya langsung menuju ke Bandara
untuk berangkat ke lokasi mengajar. Dengan
diiringi salam serta do’a dari warga desa Aris dan Gilang kemudian pergi
meninggalkan desa menuju ke bandara dengan menempuh perjalanan 6 jam lamanya.
Sampai di Kota Nusa Tenggara Barat lalu dilanjutkan menuju desa terpencil itu
yang mengambil waktu sampai 5 jam dengan kendaraan bermotor, karena jalan
menuju desanya tidak bisa oleh kendaraan roda empat dikarenakan memasuki
hutan-hutan lebat.
Sesampainya mereka di desa yang
akan menjadi tempat Pengabdian desa itu adalah bernama Desa Opus yang terletak di dalam
hutan jauh dari sudut kota. Di
sana mayoritas penduduknya adalah penambang emas, namun dengan banyaknya galian tambang emas
yang dikelola oleh orang kota hal ini
tidak menjadi warga desa yang menjadi pekerja mendapat kesejahteraan. Sarana
dan prasarananya sangat kurang
memadai dan terbilang berbahaya karena kurangnya keamanan
disana. Dan hal yang paling miris adalah karena adanya sindikat perbudakan yang
ada disana, dengan cara memperkerjakan penduduk desa dari usia dini sampai tua
renta yang minim pengetahuannya dan kemudian tanah desanya di eksploitasi oleh
para pengusaha kota. Dari hal itulah Gilang dan Aris mempunyai tantangan untuk
memberikan hak penduduk agar tidak dimanfaatkan para pengusaha keji itu.
Rumah sementara meraka disediakan oleh pak kepala
desa, dan disana mereka disambut baik warga desa, dengan dikumpulkan dalam
kediaman kepala desa mereka berbincang-bincang ria dan sangat ramah lalu setelah
dijelaskan tujuan kedatangan mereka berdua disitu, warga desa langsung menerima
dan tak sabar untuk belajar bersama. Kalangan muda bahkan tua memiliki
inisiatif tinggi untuk belajar.
“Hore ada bapak guru di desa kita.” Ucap riang salah
satu anak
“Selamat datang bapak guru, kami tidak sabar buat
belajar bersama nanti.” Timpa orang tua yang berada di sampingnya.
“Alhamdulillah kami disini diterima dengan baik oleh
semuanya, semoga amanah ini nanti bisa kami laksanakan sebaik mungkin. Semuanya
semangat ya.” Ucap Aris dengan nada bahagia
“Iya Bapak” Ucap sorak warga desa
Malam hari pun tiba, mereka
berdua langsung diajak duduk bersama pak kepala desa, beliau bernama Bapak
Thomas, dalam obrolan malam itu pak Thomas sedikit membawa wajah kecemasan dan pengharapan
terhadap Gilang dan Aris. Kemudian beliau pun menyampaikan segala keburukan di
desanya yaitu tentang eksploitasi alam dan pekerja yang dilakukan oleh para
pengusaha kota. Pak Thomas sendiri bercerita bahwa dirinya pernah melakukan
perlawanan tapi selalu saja mendapat ancaman pembunuhan dari mandor yang
mengawasi disitu. Sehingga sudah tidak ada keberanian lagi untuk menghentikan
eksploitasi tambang tersebut, dari hal ini Gilang dan Aris pun merasa prihatin
dan bertekad untuk turut serta membantu mengusir para orang serakah tersebut
dari desa ini.
Berbulan-bulan mereka berdua disitu, dengan mendirikan
sebuah sekolah kecil dengan satu bilik di rumah pak Thomas, mereka melakukan
kegiatan belajar mengajar bersama warga desa. Hal ini pun sontak diketahui
mandor tambang yang merasakan bahwa kegiatan mereka berdua telah membuat para
pekerja lebih memilih belajar daripada menambang dan alhasil produksi tambang
berkurang setiap bulannya. Melihat hal tersebut mandor tambang pun mendatangi
tempat mereka melakukan kegiatan belajar.
“Hei, kalian…. Pantas saja hasil tambang mulai
berkurang, kalian malah santai-santai disini.” Gertak mandor tersebut.
“Maaf pak, ada yang bisa kami bantu?” Ucap Gilang
sambil menenangkan.
“Ini pasti ulah kamu ya, yang membuat warga malas-malasan
menambang?” Ujar mandor
“Mereka butuh belajar juga pak, lagipula belajar
disini pun hanya pagi hari dan satu jam saja.” Jawab Gilang
Kemudian mendengar jawaban dari Gilang, amarah mandor
pun memuncak. Dia langsung melayangkan pukulan keras dan sampai membuat gilang
jatuh. Kemudian langsung dipisah Aris dan warga desa, disaat itu warga desa pun
hampir saja ingin membalasnya namun tidak diizinkan oleh Gilang, karena menurut
dia hari ini belumlah waktunya. Sehingga mandor pun lalu pergi dan mengingatkan
semua warga desa jika tidak kembali melakukan pertambangan dan hasilnya
berkurang maka diancam desa mereka akan dibuat miskin dan diputus dari aliran
listrik serta aliran air. Mendengar ancaman itu warga desa pun melemah kembali
dan kembali menambang walaupun hasilnya tidak terlalu mereka rasakan.
Namun, ada salah satu pemuda yang melihat kejadian
tadi merasa jengkel dia adalah Nate, dia sendiri sudah merasa muak dengan
perlakuan mandor dan semua pengusaha kota yang memperkerjakan warga desa dengan
semena-mena serta mengeksploitasi tanah desa mereka untuk kepentingan sendiri.
Nate pun semenjak itu mulai menyebar propaganda dan mengajak semua warga desa
untuk lebih sadar bahwa mereka sebenarnya seudah dimanfaatkan. Dan melalui
pembelajaran yang ia dapat dari Gilang dan Aris, warga desa pun sebenarnya
sudah mulai terbuka cara berfikirnya serta memiliki sedikit keberanian untuk
melawan. Namun masih kalah dengan ketakutan yang ada.
Sejak hari itu, warga desa dengan dipimpin Nate pun
melakukan pemberontakan kepada mandor. Tentu saja karena tujuannya demi
kesejahteraan desa ini, Gilang dan Aris sendiri pada saat itu mengetahui
keadaan tersebut dan dengan semangat membara mereka berdua pun turut serta
dalam garda terdepan untuk mengusir para pengeruk alam. Dengan banyaknya warga
desa yang melakukan pemberontakan mandor dan para penjaga pun kewalahan
sehingga mundur dan meninggalkan area
pertambangan. Semenjak itu Gilang dan Aris berusaha membantu warga dalam
pengambilan aset tambang desa kembali dengang mengurus surat-surat perizinan,
dan hasilnya memang sangat memusakan. Tambang desa bisa berhasil dimiliki
secara penuh oleh warga, dan nantinya akan dikelola bersama tanpa campur tangan
orang lain. Gilang dan Aris pun memberikan pengetahuan tentang administrasi
bertahap hingga di desa tersebut muncul bibit-bibit generasi hebat dan cerdas
serta tidak lagi mudah dibohongi.
Kedamaian pun mulai muncul setelah tiga tahun lamanya
semenjak perginya pengusaha kejam dari desa Opus, hasil tambang dikelola dengan
baik dan diatur oleh warga desa sendiri sehingga hasilnya pun nyata dirasakan.
Pembangunan desa sangat pesat dan kesejahteraan warga desa perlahan mulai
terasa. Melihat hal itu Gilang dan Aris pun berencana pulang sebentar ke
kampung halamannya di Jawa, karena sudah tiga tahun lebih tidak merasakan mudik
dikarenakan terlalu nyaman di desa Opus.
Gilang dan Aris kemudian pamit izin kepada, bapak
kepala desa dan warga untuk mudik ke kampung halamannya, semua warga desa pun
membawakan oleh-oleh seadanya mulai dari hasil pertanian sampai hasil tambang
yang disisihkan. Dan berdoa semoga diberi keselamatan.
“Bu… Pak…, Gilang dan Aris izin pulang sebentar ya, nanti
kalau sudah sampai kampung halaman kesini lagi.” Ucap Gilang dengan wajah
sumringah.
“Iya Pak, nanti jangan lama-lama ya kesininya” Jawab
anak kecil yang ternyata adik dari Nate.
“Hehe… siap” Jawab Gilang
Perjalanan pulang hari itu
menjadi perjalanan terakhir bagi Gilang dan Aris, sialnya, mereka bertemu
dengan mantan mandor pertambangan disaat sampai dihutan dekat dengan kota.
Mantan mandor yang dulu mengelola tambang ternyata dia sekarang hidup sebagai
preman yang hidup dikota dan semenjak diusir dari desa Opus dia hidup miskin di
pinggiran perbatasan hutan dan kota. Melihat Gilang dan Aris yang hanya berdua dengan
motor butu milik Aris. Mandor itu pun langsung membegal mereka dan menariknya
kedalam gubuk tua milik si mandor.
Kemudian menghabisi mereka berdua dengan brutal dan kematian pun merenggut
nasib dua pemuda malang ini. Jasad mereka dikubur didalam lebatnya hutan,
hilang tak terendus oleh siapapun.
Keluarga Gilang yaitu kakeknya pun tidak mengetahui
kalau cucunya itu akan pulang, dikarenakan dia tidak punya alat komunikasi.
Aris pun sama tidak meberi kabar bahwa dirinya akan pulang karena sinyal yang ada
pada desa tidak bisa digunakan. Dan akhirnya jejak mereka berdua pun hilang
lenyap tidak ada sisa. Warga desa Opus pun setelah ditinggal berbulan-bulan dan
tidak ada kabar akhirnya merasa sangat sedih, dan memunculkan banyak persepsi
apakah Gilang dan Aris tidak akan kembali lagi. Namun, semenjak hilangnya kabar
mereka berdua desa Opus masih terus berkembang berkat usaha dari Gilang dan
Aris dan semakin besar menciptakan generasi hebat ditahun-tahun setelahnya.
»»»» »»» »» » ● « «« ««« ««««
Tidak ada komentar:
Posting Komentar